Program KUR Perumahan Pemerintah Siap Menjawab Kebutuhan Hunian Rakyat
Oleh : Naomi
Di tengah dinamika pembangunan nasional dan kebutuhan masyarakat akan hunian yang layak dan terjangkau, pemerintah Indonesia telah meluncurkan sebuah terobosan strategis yang membawa harapan baru: program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Perumahan. Program ini tidak hanya menitikberatkan pada penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), tetapi juga memperkuat ekosistem sektor perumahan sebagai salah satu penggerak ekonomi nasional.
Program KUR Perumahan ini secara resmi masuk dalam agenda pemerintah melalui Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (Kementerian PKP). Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman Maruarar Sirait mengatakan alokasi anggaran sebesar Rp 130 triliun telah disiapkan untuk program ini di tahun berjalan. Angka ini menunjukkan besarnya komitmen negara untuk menjawab persoalan backlog perumahan sekaligus memperkuat industri‐terkait. Sektor perumahan memiliki karakter multi-sektor yang signifikan, mencakup pengembang, kontraktor, pemasok bahan bangunan, toko material, hingga tenaga kerja lokal, dengan demikian, KUR Perumahan bukan hanya soal hunian tetapi juga soal pembangunan ekonomi inklusif.
Menteri UMKM Maman Abdurrachman menjelaskan bahwa KUR saat ini akan menjadi empat klaster. Yakni KUR UMKM, KUR perumahan, KUR pekerja migran, dan KUR padat karya. Adapun alokasi anggaran untuk KUR UMKM sebesar Rp 280 triliun dan KUR perumahan Rp 130 triliun.
Secara prinsip, skema KUR Perumahan dirancang dengan fasilitas kredit yang lebih terjangkau, subsidi bunga hingga 5 persen untuk pengembang dan para pemangku usaha mikro kecil menengah (UMKM) di sektor perumahan. Begitu pula dari sisi permintaan—masyarakat yang ingin membeli maupun merenovasi rumah—diberi akses yang lebih ringan. Sebuah laporan menyebut bahwa KUR Perumahan mencakup sisi suplai maupun sisi permintaan.
Sisi suplai mendapat perhatian melalui akses kredit bagi pengembang rumah subsidi dan toko material bangunan kecil. Sisi permintaan, di sisi lain, membuka jalan bagi masyarakat yang memiliki usaha kecil di rumah atau ingin memiliki rumah sendiri. Dengan demikian, program ini menempatkan hunian layak sebagai hak dasar yang berdampingan dengan peningkatan kesejahteraan ekonomi rakyat.
Lebih jauh lagi, KUR Perumahan juga bermaksud mendorong UMKM agar naik kelas. UMKM dapat memanfaatkan fasilitas ini untuk tumbuh dan berkembang. Bahkan sektor yang sebelumnya kurang terakomodasi kini mendapat perhatian melalui skema ini: misalnya produsen batako, pemasok pasir, penyedia jasa kontruksi kecil. Langkah ini nyata memperkuat link antara pembangunan hunian rakyat dan penciptaan lapangan kerja lokal.
Direktur Utama Bank BRI, Hery Gunardi menegaskan kesiapan pihaknya untuk mendukung KUR Perumahan. Dirinya menargetkan penyaluran dana Rp 13 triliun dapat terealisasi dalam kurun waktu 3 hingga 3,5 bulan.
Dalam konteks target yang lebih besar, program ini selaras dengan agenda nasional seperti Program 3 Juta Rumah, yang menargetkan pembangunan dan renovasi jutaan hunian untuk masyarakat berpenghasilan rendah sepanjang 2025–2029. KUR Perumahan menjadi salah satu instrumen krusial untuk mencapai target tersebut, sebab ia menjembatani gap antara kebutuhan dan kemampuan masyarakat dalam mendapatkan rumah layak.
Salah satu catatan penting, program ini bukan hanya untuk masyarakat end user saja, tetapi juga menyentuh rantai pasokan perumahan. Dengan menambahkan subsidi bunga bagi pengembang dan toko material, pemerintah menangkap kenyataan bahwa memperluas akses rumah layak tidak hanya soal membangun unit rumah, tetapi soal memastikan rantai produksi dan distribusi dalam kondisi optimal. Sebuah artikel menyebut bahwa alokasi Rp 130 triliun untuk KUR Perumahan mencakup sisi supply dan demand, menciptakan lever ganda untuk ekonomi lokal.
Lebih dari itu, peluncuran KUR Perumahan bakal berjalan dengan skema yang disederhanakan agar masyarakat tidak terjebak dalam mekanisme yang rumit. Dalam pertemuan terbaru, Menteri PKP menekankan bahwa bank‐bank harus hadir dengan mekanisme yang cepat dan mudah bagi rakyat. Ini menunjukkan bahwa pemerintah ingin memastikan bahwa kebijakan tidak hanya tertulis, tetapi bisa dijalankan secara nyata oleh masyarakat yang membutuhkan.
Dalam rangka memastikan kelancaran, pemerintah juga menggandeng asosiasi seperti Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI), UMKM, toko bangunan, pengembang kecil, hingga pemerintah daerah. Melalui kolaborasi ini, penyebaran program di daerah‐daerah pun dipastikan. Contohnya, di Jawa Timur digulirkan sosialisasi dan persiapan ekosistem untuk KUR Perumahan. Juga, di sejumlah daerah telah dilaksanakan acara akad massal sebagai tanda dimulainya penyaluran program secara nyata.
Skema ini juga penting dalam konteks pemerataan pembangunan antar wilayah. Sering kali pembangunan terpusat di kawasan metropolitan sehingga daerah pinggiran tertinggal. Dengan membuka akses kredit usaha dan perumahan secara lebih merata, harapannya adalah memperkuat pembanguan wilayah dan memunculkan aktivitas ekonomi baru di daerah.
Tentu saja, penyelenggaraan program ini harus berjalan dengan transparan, akuntabel dan berorientasi pada kebutuhan masyarakat. Jika demikian, maka program KUR Perumahan dapat benar‐benar menjawab kebutuhan hunian rakyat, memberikan kesempatan bagi banyak keluarga untuk memiliki rumah sendiri, serta menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi lokal.
Program KUR Perumahan adalah sebuah pendekatan yang komprehensif: ia menggabungkan aspek sosial (hunian layak), ekonomi (penguatan UMKM dan ekosistem), dan pembangunan (perluasan akses kredit). Bila dilaksanakan dengan baik, maka bukan hanya akan memenuhi kebutuhan hunian banyak masyarakat, tetapi juga menyumbang pada kesejahteraan, pemerataan dan daya tahan ekonomi nasional.
)*Pengamat Kebijakan Publik


0 Comment