Oleh: Aryo Setiadi )*
Kebijakan penyesuaian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada tahun 2025 merupakan salah
satu upaya strategis pemerintah untuk memperkuat pendanaan pembangunan
nasional. Langkah ini diambil dengan tujuan untuk meningkatkan penerimaan
negara, yang sangat diperlukan untuk mendukung berbagai program pemerintah yang
berfokus pada kesejahteraan masyarakat, peningkatan infrastruktur, serta
penguatan sektor ekonomi lainnya.
Pemerintah berharap, dengan penyesuaian tarif PPN ini, potensi penerimaan negara
dapat meningkat hingga mencapai Rp75,29 triliun, yang dapat dialokasikan untuk
sektor-sektor vital seperti pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial.
Meskipun kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat
anggaran negara, pemerintah juga memberikan perhatian serius pada perlindungan
kelompok masyarakat yang rentan, khususnya mereka yang berpendapatan rendah
atau bekerja di sektor padat karya.
Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, menegaskan bahwa
kebijakan penyesuaian PPN
ini akan diimbangi dengan berbagai insentif untuk melindungi pekerja dan
masyarakat yang terdampak. Program-program seperti Pajak Penghasilan (PPh)
Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk pekerja dengan penghasilan hingga
Rp10 juta per bulan, serta diskon Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) untuk sektor
padat karya, diharapkan dapat meringankan beban masyarakat dan sektor usaha.
Tidak hanya itu, pemerintah juga telah menyiapkan bantuan
pangan dan subsidi untuk sektor perumahan, di samping insentif di sektor
otomotif dan perumahan yang akan memberikan dampak positif pada lapangan
pekerjaan.
Pemerintah juga memfokuskan kebijakan ini untuk
menciptakan keseimbangan antara pengumpulan penerimaan negara dan perlindungan
sosial. Selain insentif fiskal, pemerintah telah merancang berbagai program
sosial yang mendukung kelompok masyarakat kurang mampu.
Dalam hal ini, Menteri Ketenagakerjaan menegaskan bahwa
kebijakan ini didorong oleh prinsip keadilan, di mana kelompok masyarakat yang
mampu akan membayar pajak lebih tinggi, sementara mereka yang tidak mampu akan
dilindungi oleh program-program bantuan.
Sektor perumahan dan otomotif juga menjadi bagian penting
dari kebijakan ini. Pemerintah memberikan diskon PPN untuk pembelian rumah
dengan harga hingga Rp 5 miliar dan memberikan insentif untuk kendaraan
bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB). Hal ini diharapkan dapat mendukung
pertumbuhan sektor perumahan dan menciptakan lapangan kerja baru, sekaligus
mengurangi dampak negatif terhadap daya beli masyarakat.
Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian,
Ferry Irawan, menekankan bahwa insentif ini disusun dengan mempertimbangkan
kebutuhan dan karakteristik masyarakat kelas menengah, dan diharapkan dapat
mendorong pertumbuhan sektor-sektor yang berpotensi menciptakan lapangan kerja.
Dalam hal ini, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)
juga menunjukkan dukungannya terhadap kebijakan penyesuaian tarif PPN. Ketua Departemen Penelitian dan
Pengkajian Kebijakan Fiskal IKPI, Pino Siddharta, mengungkapkan bahwa penyesuaian
tarif PPN ini merupakan langkah penting untuk memperkuat sistem perpajakan
Indonesia.
IKPI, yang memiliki 42 cabang di seluruh Indonesia,
berkomitmen untuk mengedukasi dan mensosialisasikan kebijakan ini kepada
anggotanya serta wajib pajak di seluruh tanah air. Pino menjelaskan bahwa
sosialisasi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang jelas bahwa penyesuaian tarif PPN sudah
ditetapkan dan harus dilaksanakan, meskipun terdapat tantangan dalam
implementasinya.
Pino juga menyoroti bahwa fasilitas atau bantuan yang
menyertai penyesuaian
tarif PPN ini perlu diperluas jangkauannya. Menurutnya, bantuan tidak hanya
perlu diberikan kepada kelompok masyarakat miskin, tetapi juga kepada pekerja
di sektor lain yang terdampak oleh kebijakan ini.
IKPI berharap pemerintah dapat mengantisipasi dampak
negatif yang mungkin timbul, seperti peningkatan kemiskinan akibat beban
tambahan dari kenaikan PPN, sehingga jangkauan bantuan dapat mencakup lebih
banyak lapisan masyarakat.
Pino berharap bahwa penyesuaian tarif PPN ini dapat mendorong perbaikan
struktur perpajakan di Indonesia. Dengan meningkatnya pendapatan negara melalui
penerimaan PPN yang lebih optimal, pemerintah dapat menciptakan iklim usaha
yang lebih adil dan memberikan kesempatan untuk memperbaiki sistem pelayanan
publik.
Pino juga menambahkan bahwa implementasi aplikasi
“Coretax”, yang menghubungkan transaksi wajib pajak dengan Nomor
Induk Karyawan (NIK) atau nomor KTP, dapat meningkatkan transparansi dan
efisiensi dalam sistem perpajakan. Dengan demikian, Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) akan memiliki akses data yang lebih luas untuk melakukan pengawasan
perpajakan dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Dengan langkah-langkah tersebut, pemerintah berupaya
menjaga keseimbangan antara penerimaan negara yang optimal dan kesejahteraan
masyarakat. Penyesuaian
tarif PPN ini bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara,
tetapi juga untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan meningkatkan
kualitas hidup seluruh lapisan masyarakat.
Pemerintah juga berkomitmen untuk memastikan bahwa
kebijakan ini tidak memberatkan masyarakat yang rentan dan akan terus melakukan
evaluasi terhadap dampak kebijakan ini untuk memastikan bahwa tujuan
pembangunan tercapai.
Secara keseluruhan, penyesuaian tarif PPN merupakan langkah penting yang perlu
didukung oleh seluruh elemen masyarakat. Dengan kerjasama antara pemerintah,
masyarakat, dan sektor swasta, diharapkan kebijakan ini dapat meningkatkan
penerimaan negara yang lebih optimal dan menciptakan sistem perpajakan yang
lebih adil, transparan, dan efisien.
)* Penulis adalah kontributor Persada Institute