Oleh : Dewi Astarini )*

Pemerintah bersama perbankan nasional menyiapkan skema besar Kredit Usaha Rakyat (KUR) Perumahan senilai Rp130 triliun, yang disebut sebagai salah satu intervensi pembiayaan perumahan paling agresif dan pro rakyat dalam sejarah kebijakan hunian di Indonesia. Dana jumbo ini bukan hanya dimaksudkan untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah mendapatkan rumah layak huni, tapi juga untuk menggerakkan seluruh ekosistem ekonomi perumahan, dari pengembang kecil, kontraktor lokal, toko bangunan, hingga pekerja harian bangunan.

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait menyatakan pemerintah siap meluncurkan KUR Perumahan untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional sebesar Rp130 triliun. KUR Perumahan merupakan langkah terobosan pemerintah untuk menggerakan ekonomi nasional. KUR ini menyasar pelaku di sektor konstruksi, seperti kontraktor, pengembang (developer), dan toko bangunan dengan skema subsidi bunga 5% dari pemerintah. Selain itu, kebijakan KUR Perumahan juga dapat memberikan dorongan besar bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Masyarakat dapat memanfaatkan KUR Perumahan dengan suku bunga 6% untuk pinjaman hingga Rp500 juta. Skema ini dinilai mampu mendorong perekonomian keluarga berpenghasilan rendah, terutama para ibu rumah tangga pelaku usaha kecil untuk memperkuat ekonomi keluarga.

Dari sisi perbankan, bank-bank nasional seperti Bank Mandiri, BRI, BNI, BTN hingga lembaga pembiayaan khusus perumahan disebut telah menyatakan kesiapan menyalurkan pembiayaan ini sebagai bagian dari penugasan nasional untuk menyediakan rumah rakyat. Direktur Utama BRI, Hery Gunardi mengatakan penyaluran KUR menjadi bukti peran BRI dalam memperluas akses pembiayaan bagi pelaku UMKM. Penyaluran KUR BRI masih didominasi sektor produksi, seperti pertanian, perikanan, industri pengolahan, perdagangan, dan jasa. Porsinya mencapai 64,31 persen dari total pembiayaan. Laju Kredit Konsumsi Kian Tak Bertenaga Artikel Kompas.id Dari jumlah itu, sektor pertanian menjadi kontributor terbesar dengan nilai Rp 58,37 triliun atau 44,83 persen dari total KUR yang disalurkan. KUR berperan ganda, selain menyalurkan permodalan, juga memperkuat sektor riil dan membuka lapangan kerja di berbagai daerah. Data BRI menunjukkan jangkauan KUR terhadap rumah tangga terus meningkat.

Menurut Hery, KUR berperan ganda. Selain menyalurkan permodalan, juga memperkuat sektor riil dan membuka lapangan kerja di berbagai daerah. Data BRI menunjukkan jangkauan KUR terhadap rumah tangga terus meningkat. Hingga akhir September 2025, sekitar 18 dari setiap 100 rumah tangga di Indonesia telah mengakses fasilitas KUR BRI. Angka itu naik dari 14 rumah tangga pada 2022 dan 15 rumah tangga pada 2023.

Pola ini menandai perubahan pendekatan, bukan hanya bicara KPR untuk pembeli rumah, tetapi pembiayaan modal kerja hulu-hilir agar rumahnya benar-benar terbangun, stoknya cukup, dan harganya tetap terjangkau. Pemerintah menyebut kolaborasi seperti ini belum pernah dilakukan sebesar ini sebelumnya.

Target langsung dari kebijakan ini adalah percepatan Program 3 Juta Rumah, agenda prioritas pemerintah untuk mengejar backlog hunian nasional, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah yang selama ini sulit masuk pasar perumahan formal. Sekretaris Kabinet, Teddy Indra Wijaya menjelaskan pemerintah secara aktif terus melakukan pengawasan terhadap program KUR Perumahan dan Rumah Subsidi. Pemerintah berharap dukungan pembiayaan Rp130 triliun mampu mendorong pembangunan ratusan ribu unit rumah bersubsidi baru dalam satu tahun berjalan, termasuk rumah tapak sederhana di daerah dan hunian vertikal terjangkau di kota-kota besar. Strategi ini juga dilihat sebagai cara konkret menjaga daya beli rakyat lewat akses hunian yang legal, aman, dan layak huni.

Pemerintah memandang KUR Perumahan sebagai mesin pencipta lapangan kerja langsung dan tidak langsung. Saat satu proyek rumah subsidi berjalan, bukan hanya tukang bangunan yang bekerja di toko bahan bangunan di daerah ikut hidup, transportasi material bergerak, lahan-lahan baru mulai ditata, dan kontraktor lokal bisa naik kelas dari proyek kecil ke proyek berulang. Efek berantainya diharapkan terasa sampai sektor UMKM sekitar kawasan perumahan seperti katering pekerja, jasa angkut, percetakan dokumen, hingga jasa legal kecil-kecilan untuk pengurusan berkas rumah. Salah satu hal yang terus ditekankan pemerintah adalah bahwa KUR Perumahan bukan hanya kredit untuk pembeli rumah, tapi juga amunisi modal kerja bagi pengembang kecil agar mereka berani menambah kapasitas. Banyak pengembang subsidi daerah selama ini terhambat modal awal seperti butuh dana untuk land clearing, pengurugan tanah, sampai pembelian material awal, sementara pembayaran dari pembeli rumah baru cair belakangan melalui skema subsidi.

Dengan akses kredit berbunga ringan dan penyaluran yang difokuskan lewat bank-bank nasional, pemerintah berharap hambatan klasik “proyek berhenti di tengah jalan karena dana macet” bisa dikurangi secara signifikan.

Selain dukungan pendanaan murah, pemerintah juga merapikan insentif fiskal agar biaya total kepemilikan rumah pertama makin ringan. Kebijakan seperti pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), pengurangan atau pembebasan biaya Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), dan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) disebut sebagai paket lengkap agar keluarga muda tidak mundur hanya karena biaya awal yang tinggi.

Pada akhirnya, arah kebijakannya jelas yaitu rumah rakyat bukan hanya soal dinding dan atap, tapi instrumen pemerataan ekonomi. Pemerintah ingin sektor perumahan menjadi lokomotif pertumbuhan, membuka kerja konstruksi di daerah, memutar usaha UMKM bahan bangunan, sekaligus menutup backlog kepemilikan rumah yang sudah bertahun-tahun dikeluhkan kelas pekerja.

)* Pemerhati Ekonomi Kerakyatan