Oleh : Andika Pratama )*

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah bukan hanya menjadi wujud komitmen dalam meningkatkan kualitas gizi masyarakat, tetapi juga menjadi penggerak nyata roda perekonomian daerah. Melalui pendekatan yang menyentuh langsung lapisan masyarakat, program ini memperlihatkan bahwa kebijakan sosial dapat bersinergi dengan strategi ekonomi untuk menciptakan kesejahteraan yang berkelanjutan. MBG kini tidak sekadar dikenal sebagai program pemenuhan gizi anak sekolah dan ibu hamil, melainkan juga sebagai instrumen pembangunan ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja, memberdayakan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), serta memperkuat ketahanan pangan daerah.

Pemerintah melalui Badan Gizi Nasional (BGN) menegaskan bahwa MBG dirancang untuk menciptakan efek ganda (multiplier effect) bagi perekonomian lokal. Setiap pelaksanaan program melibatkan rantai pasok dari produsen bahan pangan di tingkat petani hingga penyedia jasa boga dan UMKM penyedia makanan. Dengan demikian, uang yang berputar dari program ini tidak berhenti di meja konsumsi, tetapi mengalir kembali ke sektor produksi masyarakat setempat. Strategi ini sejalan dengan semangat membangun ekonomi berbasis kerakyatan yang menjadi pondasi penting menuju visi Indonesia Emas 2045.

Di Kabupaten Blora, Jawa Tengah, program MBG menjadi salah satu contoh sukses sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam memperluas manfaat ekonomi di tingkat akar rumput. Melalui kegiatan sosialisasi dan implementasi di lapangan, masyarakat mulai merasakan bagaimana program ini membuka peluang usaha baru, terutama di sektor penyediaan bahan pangan lokal seperti sayur-mayur, telur, beras, dan produk olahan hasil pertanian. Para petani di berbagai kecamatan kini mendapatkan pasar yang lebih stabil dan berkelanjutan karena kebutuhan bahan baku MBG terus meningkat setiap minggu.

Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto menilai bahwa MBG merupakan kebijakan strategis yang memiliki dampak ganda, yaitu memperkuat sumber daya manusia dan sekaligus menghidupkan perekonomian lokal. Ia menekankan bahwa dengan adanya jaminan gizi bagi anak-anak sekolah, balita, serta ibu hamil dan menyusui, pemerintah sesungguhnya sedang menanam investasi jangka panjang pada pembangunan manusia. Namun di sisi lain, program ini juga memberi efek langsung terhadap peningkatan daya beli masyarakat melalui penyerapan hasil produksi petani dan UMKM lokal. Pendekatan ini membuat MBG menjadi contoh nyata bahwa pembangunan manusia dan pembangunan ekonomi dapat berjalan berdampingan tanpa saling meniadakan.

Sementara itu, Direktur Promosi dan Edukasi Gizi BGN, Gunalan, menjelaskan bahwa MBG dirancang sebagai program yang berbasis pada prinsip kemandirian ekonomi rakyat. Ia menilai bahwa program ini bukan semata-mata tentang memberikan makanan bergizi, melainkan juga menciptakan sistem ekonomi yang berkelanjutan di daerah. Dalam pelaksanaannya, pemerintah mendorong penggunaan bahan pangan dari produksi lokal agar seluruh siklus ekonomi (mulai dari petani, pedagang kecil, hingga pengusaha katering ) terlibat aktif. Dengan demikian, MBG menjadi wadah kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan pelaku usaha mikro dalam menciptakan kesejahteraan bersama.

Efek domino dari pelaksanaan MBG juga terlihat pada peningkatan serapan tenaga kerja di daerah. Banyak UMKM penyedia makanan bergizi kini membutuhkan tambahan tenaga kerja untuk memenuhi standar dan jumlah produksi yang semakin besar. Peningkatan permintaan bahan pangan lokal turut memicu pertumbuhan usaha kecil di sektor pertanian dan peternakan. Program ini secara tidak langsung memperluas lapangan pekerjaan, terutama bagi ibu rumah tangga, pemuda desa, dan tenaga produksi lokal yang sebelumnya kesulitan mendapatkan pekerjaan tetap. Dengan demikian, MBG tidak hanya memberikan manfaat sosial tetapi juga memberikan dampak ekonomi yang konkret dan berkelanjutan.

Program MBG juga memperkuat ketahanan pangan daerah. Dengan mendorong produksi pangan lokal dan memperpendek rantai distribusi, program ini membantu daerah menjadi lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangan. Ketika ketergantungan terhadap impor menurun, daerah memiliki kesempatan untuk mengembangkan potensi pertanian dan peternakan secara optimal. Hal ini selaras dengan kebijakan pemerintah yang menempatkan sektor pangan sebagai tulang punggung ekonomi nasional dan sumber ketahanan sosial bangsa.

Implementasi MBG di berbagai daerah seperti Blora membuktikan bahwa program ini dapat menjadi model pembangunan ekonomi yang inklusif dan partisipatif. Masyarakat tidak hanya menjadi penerima manfaat, tetapi juga aktor utama dalam menggerakkan ekonomi lokal. Sinergi lintas sektor antara pemerintah, tenaga kesehatan, pelaku usaha, dan masyarakat memperkuat ekosistem ekonomi yang sehat dan mandiri. Dengan mekanisme ini, MBG menjadi salah satu pilar penting dalam mewujudkan Indonesia yang berdaulat pangan, kuat secara ekonomi, dan unggul dalam sumber daya manusia.

Melalui MBG, pemerintah tidak hanya membangun ketahanan gizi, tetapi juga menyiapkan fondasi ekonomi yang kokoh dari bawah. Program ini telah menunjukkan bahwa kesejahteraan rakyat dapat dicapai melalui kebijakan yang berpihak pada rakyat kecil dan mendorong kemandirian ekonomi lokal. Ke depan, keberlanjutan dan penguatan pelaksanaan MBG menjadi kunci penting dalam memastikan bahwa semangat kedaulatan pangan dan kesejahteraan sosial benar-benar dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Dengan arah kebijakan yang konsisten dan dukungan masyarakat yang luas, Program MBG akan terus menjadi motor penggerak ekonomi daerah sekaligus pilar utama menuju Indonesia Emas 2045.

)* Penulis adalah Pengamat Sosial